Sabtu, 07 September 2013

Sejarah Penjajahan Jepang di Indonesia

Sejarah Penjajahan Jepang di Indonesia -
Setelah sebelumnya saya menceritakan
Sejarah Penjajahan Belanda di Indonesia,
maka pada kesempatan kali ini saya akan
membahas Sejarah Penjajahan Jepang di
Indonesia. Walaupun hanya 3,5 tahun
menjajah Indonesia, namun Jepang lebih
sangat kejam dan keji daripada Belanda.
Baiklah untuk selanjutnya mari kita simak
ulasan mengenai Sejarah Penjajahan Jepang
di Indonesia berikut ini :
1. Masuknya Jepang ke Wilayah Indonesia
Sebagai negara fasis-militerisme di Asia,
Jepang sangat kuat, sehingga meresahkan
kaum pergerakan nasional di Indonesia.
Dengan pecahnya Perang Dunia II, Jepang
terjun dalam kancah peperangan itu. Di
samping itu, terdapat dugaan bahwa suatu
saat akan terjadi peperangan di Lautan
Pasifik. Hal ini didasarkan pada suatu
analisis politik. Adapun sikap pergerakan
politik bangsa Indonesia dengan tegas
menentang dan menolak bahwa fasisme
sedang mengancam dari arah utara. Sikap ini
dinyatakan dengan jelas oleh Gabungan
Politik Indonesia (GAPI).
Sementara itu di Jawa muncul Ramalan
Joyoboyo yang mengatakan bahwa pada
suatu saat pulau Jawa akan dijajah oleh
bangsa kulit kuning, tetapi umur
penjajahannya hanya "seumur jagung".
Setelah penjajahan bangsa kulit kuning itu
lenyap akhirnya Indonesia merdeka. Ramalan
yang sudah dipcrcaya oleh rakyat ini tidak
disia-siakan oleh Jepang, bahkan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Sehingga kedatangan Jepang ke Indonesia
dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar
saja.
Pada tanggal 8 Desember 1941 pecah perang
di Lautan Pasifik yang melibatkan Jepang.
Melihat keadaan yang semakin gawat di
Asia, maka penjajah Belanda harus dapat
menentukan sikap dalam menghadapi bahaya
kuning dari Jepang.
Sikap tersebut dipertegas oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Jhr. Mr. A.W.L.
Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer dengan
mengumumkan perang melawan Jepang.
Hindia Belanda termasuk ke dalam Front
ABCD (Amerika Serikat, Brittania/Inggris,
Cina, Dutch/Belanda) dengan Jenderal Wavel
(dari Inggris) sebagai Panglima Tertinggi
yang berkedudukan di Bandung.
Angkatan perang Jepang begitu kuat,
sehingga Hindia Belanda yang merupakan
benteng kebanggaan Inggris di daerah Asia
Tenggara akhirnya jatuh ke tangan pasukan
Jepang. Peperangan yang dilakukan oleh
Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan
Fasifik ini diberi nama Perang Asia Timur
Raya atau Perang Pasifik. Dalam waktu yang
sangat singkat, Jepang telah dapat
menguasai daerah Asia Tenggara seperti
Indochina, Muangthai, Birma (Myanmar),
Malaysia, Filipina, dan In¬donesia. Jatuhnya
Singapura ke tangan Jepang pada tanggal 15
Pebruari 1941, yaitu dengan
ditenggelamkannya kapal induk Inggris yang
bernama Prince of Wales dan HMS Repulse,
sangat mengguncangkan pertahanan Sekutu
di Asia. Begitu pula satu persatu komandan
Sekutu meninggalkan Indone¬sia, sampai
terdesaknya Belanda dan jatuhnya Indonesia
ke tangan pasukan Jepang. Namun sisa-sisa
pasukan sekutu di bawah pimpinan Karel
Door¬man (Belanda) dapat mengadakan
perlawanan dengan pertempuran di Laut
Jawa, walaupun pada akhirnya dapat
ditundukkan oleh Jepang.
Secara kronologis serangan-serangan
pasukan Jepang di Indonesia adalah sebagai
berikut: diawali dengan menduduki Tarakan
(10 Januari 1942), kemu-dian.Minahasa,
Sulawesi, Balikpapan, dan Arnbon. Kemudian
pada bulan Pebruari 1942 pasukan Jepang
menduduki Pontianak, Makasar, Banjarmasin,
Palembang, dan Bali.
Pendudukan terhadap Palembang lebih dulu
oleh Jepang mempunyai arti yang sangat
penting dan strategis, yaitu untuk
memisahkan antara Batavia yang menjadi
pusat kedudukan Belanda di Indonesia
dengan Singapura sebagai pusat kedudukan
Inggris. Kemudian pasukan Jepang
melakukan serangan ke Jawa dengan
mendarat di daerah Banten, Indramayu,
Kragan (antara Rembang dan Tuban).
Selanjutnya menyerang pusat kekuasaan
Belan¬da di Batavia (5 Maret 1942),
Bandung (8 Maret 1942) dan akhirnya
pasukan Belanda di Jawa menyerah kepada
Panglima Bala Tentara Jepang Imamura di
Kalijati (Subang, 8 Maret 1942). Dengan
demikian, seluruh wilayah Indo¬nesia telah
menjadi bagian dari kekuasaan penjajahan
Jepang
2. Penjajah Jepang di Indonesia
Bala Tentara Nippon adalah sebutan resmi
pemerintahan militer pada masa
pemerintahan Jepang. Menurut UUD No. 1 (7
Maret 1942), Pembesar Bala Tentara Nippon
memegang kekuasaan militer dan segala
'kekuasaan yang dulu dipegang oleh
Gubernur Jenderal (pada masa kekuasaan
Belanda).
Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan ini,
kekuasaan atas wilayah Indonesia dipegang
oleh dua angkatan perang yaitu angkatan
darat (Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun).
Masing-masing angkatan mempunyai
wilayah kekuasaan. Dalam hal ini Indonesia
dibagi menjadi tiga wilayah kekuasaan yaitu:
a. Daerah Jawa dan Madura dengan
pusatnya Batavia berada di bawah kekuasaan
Rikugun.
b. Daerah Sumatera dan Semenanjung Tanah
Melayu dengan pusatnya Singapura berada di
bawah kekuasaan Rikugun. Daera Sumatera
dipisahkan pada tahun 1943, tapi masih
berada di bawah kekuasaan Rikugun.
c. Daerah Kalimantan, Sulawesi,
Nusatenggara, Maluku, Irian berada di bawah
kekuasaan Kaigun.
3. Organisasi Bentukan Jepang
Pasukan Jepang selalu berusaha untuk dapat
memikat hati rakyat Indonesia. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar bangsa
Indonesia memberi bantuan kepada pasukan
Jepang. Untuk menarik simpati bangsa
Indonesia maka dibentuklah orgunisasi resmi
seperti Gerakan Tiga A, Putera, dan PETA.
Gerakan Tiga A, yaitu Nippon Pelindung Asia,
Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia.
Gerakan ini dipimpin oleh Syamsuddin SH.
Namun dalam perkembangan selanjutnya
gerakan ini tidak dapat menarik simpati
rakyat, sehingga pada tahun 1943 Gerakan
Tiga A dibubarkan dan diganti dengan
Putera.
Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Organisasi ini
dibentuk pada tahun 1943 di bawah
pimpinan "Empat Serangkai", yaitu Bung
Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan
Kiyai Haji Mas Mansyur. Gerakan Putera ini
pun diharapkan dapat menarik perhatian
bangsa Indonesia agar membantu pasukan
Jepang dalam setiap peperangan yang
dilakukannya. Akan tetapi gerakan Putera
yang merupakan bentukan Jepang ini
ternyata menjadi bume-rang bagi Jepang.
Hal ini disebabkan oleh anggota-anggota
dari Putera yang memiliki sifat nasionalisme
yang tinggi.
Propaganda anti-Sekutu yang selalu
didengung-dengungkan oleh pasukan Jepang
kepada bangsa Indonesia ternyata tidak
membawa hasil seperti yang diinginkan.
Propaganda anti Sekutu itu sama halnya
dengan anti imperialisme. Padahal Jepang
termasuk negara imperialisme, maka secara
tidak langsung juga anti terhadap kehadiran
Jepang di bumi Indonesia. Di pihak lain, ada
segi positif selama masa pendudukan Jepang
di Indonesia, seperti berlangsungnya proses
Indonesianisasi dalam banyak hal, di
antaranya bahasa Indonesia dijadikan
bahasa resmi, nama-nama di- indonesiakan,
kedudukan seperti pegawai tinggi sudah
dapat dijabat oleh orang-orang Indonesia
dan sebagainya.
Pembela Tanah Air (PETA) PETA merupakan
organisasi bentukan Jepang dengan
keanggotaannya terdiri atas pemuda-pemuda
Indonesia. Dalam organisasi PETA ini para
pemuda bangsa Indonesia dididik atau
dilatih kemiliteran oleh pasukan Jepang.
Pemuda-pemuda inilah yang menjadi tiang
utama perjuangan kemerdekaan bangsa dan
negara Indonesia.
Tujuan awalnya pembentukan organisasi
PETA ini adalah untuk memenuhi kepentingan
peperangan Jepang di Lautan Pasifik. Dalam
perkembangan berikutnya, ternyata PETA
justru sangat besar manfaatnya bagi bangsa
Indone¬sia untuk meraih kemerdekaan
melalui perjuangan fisik. Misalnya, Jenderal
Sudirman dan Jenderal A.H. Nasution adalah
dua orang tokoh militer Indonesia yang
pernah menjadi pemimpin pasukan PETA
pada zaman Jepang. Namun karena PETA
terlalu bersifat nasional dan dianggap sangat
membahayakan kedudukan Jepang atas
wilayah In¬donesia, maka pada tahun 1944
PETA dibubarkan. Berikut-nya Jepang
mendirikan organisasi lainnya yang bernama
Perhimpunan Kebaktian Rakyat yang lebih
terkenal dengan nama Jawa Hokokai (1944).
Kepemimpinan organisasi ini berada di
bawah Komando Militer Jepang.
Golongan-golongan
Beberapa golongan yang terorganisir rapi
dan menjalin hubungan rahasia dengan Bung
Karno dan Bung Hatta. Golongan-golongan
itu di antaranya:
a. Golongan Amir Syarifuddin
Amir Syarifuddin adalah seorang tokoh yang
sangat anti fasisme. Hal ini sudah diketahui
oleh Jepang, sehingga pada tahun 1943 ia
ditangkap dan diputuskan untuk menjatuhkan
hukuman mati kepadanya. Namun, atas
perjuangan diplomasi Bung Karno terhadap
para pemimpin Jepang, Amir Syari¬fuddin
tidak jadi dijatuhi hukuman mati, melainkan
hukuman seumur hidup.
b. Golongan Sutan Syahrir
Golongan ini mendapatkan dukungan dari
kaum terpelajar dari berbagai kota yang ada
di Indonesia. Cabang-cabang yang telah
dimiliki oleh golongan Sutan Syahrir ini
seperti di Jakarta, Garut, Cirebon, Surabaya
dan lain sebagainya.
c. Golongan Sukarni
Golongan ini mempunyai peranan yang
sangat besar menjelang proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Pengikut golongan
ini seperti Adam Malik, Pandu Kerta Wiguna,
Khairul Saleh, Maruto Nitimiharjo.
d. Golongan Kaigun
Golongan ini dipimpin oleh Ahmad Subardjo
dengan anggota-anggotanya terdiri atas A.A.
Maramis, SH., Dr. Samsi, Dr. Buntaran Gatot,
SH., dan lain-lain. Golongan ini juga
mendirikan asrama yang bernama Asrama
Indonesia Merdeka dengan ketuanya Wikana.
Para pengajarnya antara lain Bung Karno,
Bung Hatta, Sutan Syahrir dan lain-lain.
4. Perlawanan Rakyat Terhadap Jepang
Buruknya kehidupan rakyat mendorong
timbulnya perlawanan-perlawanan rakyat di
beberapa tempat seperti:
1. Pada awal pendudukan Jepang di Aceh
tahun 1942 terjadi pemberontakan di Cot
Plieng, Lhok Seumawe di bawah pimpinan
Tengku Abdul Jalil. Pemberontakan ini dapat
dipadamkan, dan dua tahun kemudian, yaitu
pada tahun 1944 muncul lagi pemberontakan
di Meureu di bawah pim¬pinan Teuku Hamid
yang juga dapat dipadamkan oleh pasukan
Jepang.
2. Karang Ampel, Sindang (Kabupaten
Indramayu) tahun 1943 terjadi perlawanan
rakyat di daerah itu kepada Jepang.
Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Madriyan
dan kawan-kawannya, namun perlawanan ini
berhasil ditindas oleh Jepang dengan sangat
kejamnya.
3. Sukamanah (Kabupaten Tasikmalaya),
tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat di
daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini
dipimpin oleh Haji Zaenal Mustafa. Dalam
perlawanan ini Zaenal Mustafa berhasil
mem-bunuh kaki-tangan Jepang. Dengan
kenyataan seperti ini, Jepang melaku-kan
pembalasan yang luar biasa dan melakukan
pembunuhan massal terhadap rakyat.
4. Blitar, pada tanggal 14 Pebruari 1945
terjadi pemberontakan PETA di bawah
pimpinan Supriyadi (putra Bupati Blitar).
Dalam memimpin pemberontakan ini
Supriyadi tidak sendirian dan dibantu oleh
teman-temannya seperti dr. Ismail, Mudari,
dan Suwondo. Pada pemberontakan itu,
orang-orang Jepang yang ada di Blitar
dibinasakan. Pemberontakan heroik ini
benar-benar mengejutkan Jepang, terlebih
lagi pada saat itu Jepang terus menerus
mengalami kekalahan di dalam Perang Asia
Timur Raya dan Perang Pasifik. Kemudian
Jepang mengepung kedudukan Supri¬yadi,
namun pasukan Supriyadi tetap mengadakan
aksinya. Jepang tidak kehilangan akal, ia
melakukan suatu tipu muslihat dengan
menyerukan agar para pemberontak
menyerah saja dan akan dijamin
keselamatannya serta akan dipenuhi segala
tuntutannya. Tipuan Jepang tersebut temyata
berhasil dan akibatnya banyak anggota PETA
yang menyerah. Pasukan PETA yang
menyerah tidak luput dari hukuman Jepang
dan beberapa orang dijatuhi hukuman mati
seperti Ismail dan kawan-kawannya. Di
samping, itu ada pula yang meninggal karena
siksaan Jepang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa
pendudukan Jepang di bumi Indo¬nesia tidak
dapat diterima. Jepang juga sempat
mengadakan pembunuhan secara besar-
besaran terhadap masyarakat dari lapisan
terpelajar di daerah Kalimantan Barat. Pada
daerah ini tidak kurang dari 20.000 orang
yang menjadi korban keganasan pasukan
Jepang. Hanya sebagian kecil saja yang
dapat menyelamatkan diri dan lari ke Pulau
Jawa. Setelah kekalahan-kekalahan yang
dialami oleh Jepang pada setiap
peperangannya dalam Perang Pasifik,
akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945
Jepang menyerah kepada pasukan Sekutu.
5. Dampak Pendudukan Jepang bagi Bangsa
Indonesia
Bidang Politik. Sejak masuknya kekuasaan
Jepang di Indonesia, organisasi-organisasi
politik tidak dapat berkembang lagi. Bahkan
pemerintah pen¬dudukan Jepang
menghapuskan segala bentuk kegiatan
organisasi-organisasi, baik yang bersifat
politik maupun yang bersifat sosial, ekonomi,
dan agama. Organisasi-organisasi itu
dihapuskan dan diganti dengan organisasi
buatan )epang, sehingga kehidupan politik
pada masa itu diatur oleh pemerintah
Jepang, walaupun masih terdapat beberapa
organisasi politik yang terus berjuang
menentang pendudukan Jepang di Indonesia.
Bidang ekonomi. Pendudukan bangsa Jepang
atas wilayah Indonesia sebagai negara
imperialis, tidak jauh berbeda dengan
negara-negara imperialisme lainnya.
Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia
berlatar belakang masalah ekonomi, yaitu
mencari daerah-daerah sebagai penghasil
bahan mentah dan bahan baku untuk
memenuhi kebutuhan industrinya dan
mencari tempat pemasaran untuk hasil-hasil
industrinya. Sehingga aktivitas perekonomian
bangsa Indonesia pada zaman Jepang
sepenuhnya dipegang oleh pemerintah
Jepang.
Bidang pendidikan Pada masa pendudukan
Jepang di Indonesia, kehidupan pendidikan
berkembang pesat dibandingkan dengan
pendudukan Hindia Belanda. Pemerintah
pendudukan Jepang memberikan kesempatan
kepada bangsa Indonesia untuk mengikuti
pendidikan pada sekolah-sekolah yang
dibangun oleh pemerintah. Di samping itu,
bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
perantara pada sekolah-sekolah serta
penggunaan nama-nama yang
diindonesiakan. Padahal tujuan Jepang
mengembangkan pendidikan yang luas pada
bangsa Indonesia adalah untuk menarik
simpati dan mendapatkan bantuan dari
rakyat Indonesia dalam menghadapi lawan-
lawannya pada Perang Pasifik.
Bidang kebudayaan Jepang sebagai negara
fasis selalu berusaha untuk menanamkan
kebudayaannya. Salah satu cara Jepang
adalah kebiasaan menghormat ke arah
matahari terbit. Cara menghormat seperti itu
merupakan salah satu tradisi Jepang untuk
menghormati kaisarnya yang dianggap
keturunan Dewa Matahari. Pengaruh Jepang
di bidang kebudayaan lebih banyak dalam
lagu-lagu, film, drama yang seringkali
dipakai untuk propa¬ganda. Banyak lagu
Indonesia diangkat dari lagu Jepang yang
populer pada jaman Jepang. Iwa Kusuma
Sumantri dari buku "Sang Pejuang dalam
Gejolak Sejarah" menulis "kebiasaan-
kebiasaan dan kepercayaan-kepercayaan
yang sangat merintangi kemajuan kita, mulai
berkurang. Bangsa kita yang telah bertahun-
tahun digembleng oleh penjajah Belanda
untuk selalu 'nun inggih' kini telah berbalik
menjadi pribadi yang berkeyakinan tinggi,
sadar akan harga diri dan kekuatannya. Juga
cara-cara menangkap ikan, bertani, dan lain-
lain telah mengalami pembaharuan-
pembaharuan berkat didikan yang diberikan
Jepang kepada bangsa Indonesia, walaupun
bangsa Indonesia pada waktu itu tidak
secara sadar menginsafinya. Untuk anak-
anak sekolah diberikan latihan-latihan
olahraga yang dinamai Taiso, sangat baik
untuk kesehatan mereka itu. Saya kira untuk
kebiasaan sehari-hari yang tertentu
(misalnya senin) bagi anak-anak sekolah
maupun untuk para pegawai atau buruh
untuk menghormati bendera kita (merah
putih) serta pula menyanyi-kan lagu
kebangsaan atau lagu-lagu nasional
merupakan kebiasaaan yang diwariskan
Jepang kepada bangsa Indonesia.
Bidang sosial Selama masa pendudukan
Jepang kehidupan sosial masyarakat sangat
memprihatinkan. Penderitaan rakyat semakin
bertambah, karena sega-la kegiatan rakyat
dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan
perang Jepang dalam menghadapi musuh-
musuhnya. Terlebih lagi rakyat dijadikan
romusha (kerja paksa). Sehingga banyak
jatuh korban akibat kelaparan dan penyakit.
Bidang birokrasi. Kekuasaan Jepang atas
wilayah Indonesia dipegang oleh kalangan
militer, yaitu dari angkatan darat (rikugun)
dan angkatan laut (kaigun). Sistem
pemerintahan atas wilayah diatur
berdasarkan aturan militer. Dengan hilangnya
orang Belanda di pemerintahan, maka orang
Indonesia mendapat kesempatan untuk
menduduki jabatan yang lebih penting yang
sebelumnya hanya bisa dipegang oleh orang
Belanda. Termasuk jabatan gubernur dan
walikota di beberapa tempat, tapi
pelaksanaannya masih di bawah pengawasan
Militer Jepang. Pengalaman penerapan
birokrasi di Jawa dan Sumatera lebih banyak
daripada di tempat-tempat lain. Namun,
penerapan birokrasi di daerah penguasaan
Angkatan Laut Jepang agak buruk.
Bidang militer Kekuasaan Jepang atas
wilayah Indonesia memiliki arti penting,
khususnya dalam bidang militer. Para
pemuda bangsa Indonesia diberikan pendidi-
kan militer melalui organisasi PETA.
Pemuda-pemuda yang tergabung dalam
PETA inilah yang nantinya menjadi inti
kekuatan dan penggerak perjuangan rakyat
Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Penggunaan Bahasa Indonesia. Berdasarkan
pendapat Prof. Dr. A. Teeuw (ahli bahasa
Indonesia berkebangsaan Belanda) menya-
takan bahwa tahun 1942 merupakan tahun
bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada
waktu itu, bahasa Belanda dilarang
penggunaannya dan digantikan dengan
penggunaan bahasa Indonesia. Bahkan sejak
awal tahun 1943 seluruh tulisan yang
berbahasa Belanda dihapuskan dan harus
diganti dengan tulisan berbahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia bukan hanya sebagai
bahasa pergaulan sehari-hari, tetapi telah
diangkat menjadi bahasa resmi pada
instansi-instansi pemerintah-an atau pada
lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat
sekolah dasar hingga sekolah tinggi. Bahasa
Indonesia juga dijadikan sebagai bahasa
penulisan yang tertuang pada hasil-hasil
karya sastra bangsa Indonesia. Sastrawan-
sastrawan terkenal pada masa itu seperti
Armijn Pane dengan karyanya yang terkenal
berjudul Kami Perempuan (1943), Djiiiak-
djinak Merpati, Hantu Perempuan (1944),
Saran^ Tidak Berharga (1945) dan
sebagainya. pengarang-pengarang lainnya
seperti Abu llanifah yang memakai nama
samaran El Hakim dengan karya dramanya
berjudul Taufan di atas Asia, Dewi Reni, dan
Insan Kamil. Pada masa pendudukan Jepang,
banyak karya seniman Indonesia yang hanya
diterbitkan melalui surat kabar atau majalah
dan setelah perang selesai baru diterbitkan
sebagai buku.
Sementara itu juga terdapat penyair terkenal
pada zaman pendudukan Jepang seperti
Chairil Anwar yang kemudian mendapat gelar
tokoh Angkatan 45. Karya-karya Chairil
Anwar menjadi lebih terkenal karena
karyanya itu muncul pada awal revolusi
Indonesia, di antaranya yang ber¬judul Aku,
Karawang-Bekasi dan sebagainya.
Dengan demikian, pemerintah pen¬dudukan
Jepang telah memberikan kebebasan kepada
bangsa Indonesia untuk meng-gunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar,
bahasa komunikasi, bahasa penulisan dan
sebagainya.

0 Post a Comment/Comments:

Posting Komentar