Studi yang dilakukan pada tahun 1990 oleh University of California Irvine meneliti tentang kadar kolesterol pada anak-anak, guna memeriksa apakah menonton televisi dan permainan video berdampak pada mereka.
Temuan penelitian sungguh mengejutkan, yaitu bahwa anak-anak yang lebih banyak menonton TV mengalami peningkatan kadar kolesterol.
Mereka yang duduk sekitar 4 jam sehari berkemungkinan 4 kali lipat menderita penyakit jantung pada masa dewasanya.
Alasan peningkatan kadar kolesterol itu adalah karena anak-anak yang terlalu banyak menonton TV lebih berkemungkinan menyantap kudapan tak sehat dan jarang berolahraga.
2. Memicu 'Keganasan'
Pada tahun 1960, profesor Rowel Huesmann memulai suatu penelitian yang mencoba mendokumentasikan dampak kekerasan media pada anak-anak.
Sepuluh tahun kemudian, Huesmann dan timnya menemukan kaitan tak terbantahkan antara kekerasan di media dengan kekerasan sesungguhnya.
Anak-anak yang terpapar tontonan bermuatan kekerasan lebih berkemungkinan berperilaku secara agresif daripada meraka yang tidak mengalami paparan demikian.
Orang bisa saja setuju atau tidak setuju dengan anggapan bahwa kekerasan dalam media merupakan 'ancaman publik', tapi tingkat korelasinya serupa dengan korelasi merokok dengan kanker paru-paru.
Maksudnya, tidak semua orang yang merokok terkena kanker, sebagaimana halnya tidak semua orang yang menyaksikan kekerasan dalam media menjadi ganas, tapi hal itu menjadi faktor yang ikut andil.
Mengurangi Sperma
Penelitian John Hopkins University di bawah pimpinan Dina Borzekowski menemukan bahwa anak-anak yang menonton televisi lebih dari 2 jam setiap hari, terutama TV yang ada dalam kamar mereka sendiri, meraih angka yang jauh lebih rendah dalam tes baku dibandingkan dengan rekan-rekan sebayanya.
Penelitian juga menemukan bahwa keberadaan komputer yang terhubung dengan internet justru meningkatkan perolehan angka tersebut.
Selain itu, penelitian di Selandia Baru juga mengungkapkan bahwa anak-anak dan kaum dewasa yang paling banyak menonton televisi ternyata meraih sukses terendah dalam pendidikan.
Sekitar 1.000 bayi dipilih secara acak dan dilacak hingga mereka berusia 26 tahun. Mereka yang lebih sedikit menonton televisi lebih berkemungkinan lulus SMA dan universitas.
4. Menurunkan Jumlah Sperma
Sebagaimana diterbitkan dalam British Journal of Sports Medicine, penelitian yang dilakukan oleh tim dari Harvard School of Public Health menyimpulkan bahwa kaum pria dengan gaya hidup santai, terutama mereka yang terlalu lama menonton televisi, memiliki hitungan sperma sekitar 44 persen lebih rendah dibandingkan kaum pria yang lebih singkat meluangkan waktu di depan TV.
Ambang hitungan kadar sperma ada pada 20 jam per minggu. Sepertinya ini angka yang besar, tapi itu setara dengan kira-kira 3 jam dalam sehari.
Sebaliknya, seorang pria yang berolahraga 14 jam dalam seminggu memiliki hitungan sperma paling banyak.
Tapi perlu dicatat bahwa mutu sperma -- semisal kelincahan dan bentuk -- tidak terdampak.
Ketika ditanya kenapa televisi diduga menjadi penyebab, Jorge Chavarro, penulis senior penelitian itu, mengatakan, “Salah satu mekanisme pentingnya diduga karena penonton televisi terpapar pada iklan makanan. Hal itu membuat orang lapar dan ingin makan lebih banyak.”
Konten Kekerasan
Sekelompok peneliti Inggris memeriksa sampel lebih dari 11.000 anak yang lahir antara tahun 2000 dan 2002. Mereka menemukan bahwa anak yang menonton televisi setidaknya 3 jam sehari lebih berkemungkinan terlibat dalam kegiatan antisosial seperti bullying atau pencurian.
Namun demikian, ketika mengamati anak-anak yang bermain permainan video setidaknya 3 jam seminggu, tidak ditemukan adanya kaitan statistik.
Salah satu alasan yang diajukan menjelaskan tanggungjawab televisi kepada peningkatan risiko kegiatan kriminal di kemudian hari serupa dengan temuan penelitian Selandia Baru yang melibatkan 1.000 anak seperti disebut sebelumnya.
Penelitian menyatakan bahwa angka rata-rata kejadian kekerasan per jam ada 8, dan acara anak (kartun dan sejenisnya) malah berisi lebih banyak kekerasan.
6. Menurunkan Kemungkinan Menyintas Kanker Usus Besar
Penelitian pada lebih dari 1.500 orang yang menjalani perawatan kanker usus besar menyimpulkan bahwa mereka yang lebih banyak menonton TV sebelum diagnosis lebih berkemungkinan meninggal dalam 5 tahun ke depan dibandingkan mereka yang menonton televisi sedang-sedang saja ataupun tidak menonton sama sekali.
Namun begitu, tidak ada kaitan jelas antar angka kematian pasien dengan kebiasan televisi sesudah mereka mendapat diagnosis.
Sebuah penelitian lain yang dilakukan oleh Lembaga Kanker Nasional Amerika Serikat pada 566.000 orang mengungkapkan kaitan kuat antara televisi, olah raga, dan tingkat penyintasan -- tapi tidak terbukti adanya hubungan sebab-akibat.
Menurut Hannah Arem, penulis penelitian, "Risiko meninggal karena kanker usus besar lebih tinggi di antara orang-orang yang lebih banyak menonton TV…tapi kaitannya tidak penting secara statistik."
Walaupun begitu, mereka menyimpulkan apa yang ditemukan oleh kebanyakan penelitian lain, yaitu bahwa kegiatan jasmani secukupnya lebih baik daripada tidak ada kegiatan jasmani.
Berdampak pada Bayi
Dalam penelitian bersama antara General Hospital for Children di negara bagian Massashussets dengan Harvard School of Public Health, para peneliti ingin memeriksa dampak sejumlah faktor berbeda selama kehamilan dan usia dini anak.
Kriteria yang diperiksa misalnya seberapa banyak waktunya seorang balita berada dalam ruangan dengan televisi yang menyala, seberapa lama seorang anak yang lebih besar meluangkan waktu menonton televisi, dan apakah anak-anak tidur dalam kamar yang memiliki televisi.
Temuan mereka adalah bahwa setiap 1 jam menonton televisi memberi andil kepada 7 menit kurangnya waktu tidur. Adanya televisi dalam kamar tidur memberi andil kepada 30 menit kurangnya waktu tidur. Dampak tersebut sepertinya lebih nyata pada anak lelaki dibandingkan pada anak perempuan.
Penelitian serupa di Spanyol menunjukkan bahwa seorang anak berusia 9 tahun yang menonton televisi selama lebih dari 5 jam sehari mengalami 1 jam kekurangan tidur dibandingkan dengan seorang anak berusia 9 tahun yang menonton kurang dari 1,5 jam sehari.
8. Penurunan Perkembangan Bahasa
Dua penelitian berbeda mengungkapkan bahwa lebih lama waktunya seorang bayi di depan televisi, lebih lambat ia belajar berbicara.
Salah satu penelitian dilakukan oleh Children’s Research Institute di Seattle, negara bagian Washington, melibatkan lebih dari 300 anak. Mereka disematkan alat rekam suara yang dinyalakan terus-menerus selama 12 hingga 16 jam.
Dapat diamati bahwa setiap jam waktu tontonan televisi memberi andil kepada penurunan nyata jumlah kata yang didengar oleh bayi, yaitu sekitar 770 kata untuk tiap sesi rekaman.
Hal ini kemudian mengurangi jumlah vokalisasi yang dilakukan oleh bayi sehingga menghambat perkembangan mereka.
Penelitian serupa menyimpulkan bahwa bayi belajar secara lebih baik menggunakan perbincangan langsung.
Ketika para bayi Amerika berusia 9 bulan diperkenalkan kepada pembicara bahasa Mandarin, mereka menunjukkan kemampuan untuk menceritakan perbedaan beberapa suara perbincangan hanya setelah 12 sesi.
Namun demikian, ketika mereka ditempatkan di depan televisi dan dipertontonkan rekaman seorang pembicara Mandarin, mereka tidak mampu menunjukan peningkatan kemampuan.
Mati Lebih Cepat?
Sekelompok gabungan peneliti dari Belanda dan Kanada mengumpulkan 80 pria usia antara 18 dan 29, lalu dikelompokan dan diminta menonton televisi dengan tayangan beberapa tingkatan konsumsi alkohol.
Penelitian mengungkapkan bahwa orang menenggak setidaknya 1,5 botol bir atau wine lebih banyak ketika menonton film atau iklan bertaburan alkohol dibandingkan dengan mereka yang tidak menonton tayangan serupa itu.
Para penulis mengakui bahwa mereka memang tidak menemukan bukti adanya perubahan jangka panjang karena tontonan televisi, tapi dampak jangka pendeknya tak terbantahkan.
Rutger Engels, salah satu peneliti, mengatakan, "mungkin bisa menjadi pemicu yang berdampak kepada kebiasaan mengemil and minum-minum pada orang yang memang peminum."
10. Membunuh Lebih Dini
Suatu penelitian kebiasaan menonton televisi di Australia menyimpulkan bahwa menonton televisi dapat secara dramatis mengurangi rentang usia. Para peneliti yang terlibat juga menungkapkan bahwa menonton selama 6 jam dalam sehari setelah seseorang berusia 25 tahun mengurangi harapan hidup sekitar 22 menit.
Dalam penelitian berkaitan yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health, para peneliti menyimpulkan bahwa tontontan televisi selama lebih dari 3 jam sehari dapat meningkatkan kemungkinan kematian dini hingga 13 persen, biasanya melalui diabetes atau penyakit jantung.